Breaking


Minggu, 30 Desember 2018

Kompak Suap Pejabat KemenPUPR Terkait Proyek Air Minum, Satu Keluarga Jadi Tersangka

Kompak Suap Pejabat KemenPUPR Terkait Proyek Air Minum, Satu Keluarga Jadi Tersangka

PemainbandarQ

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu keluarga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap pejabat Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Satu keluarga tersebut yakni, Budi Suharto, Lily Sundarsih, dan Irine Irma. Budi Suharto selaku Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) merupakan suami dari Direktur PT WKE, Lily Sundarsih. Budi dan Lily memiliki anak yakni, Irene Irma yang merupakan ‎Dirut PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP).

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang membenarkan adanya hubungan keluarga antara, Budi Suharto, Lily Sundarsih, dan Irene Irma. Ditegaskan Saut, ketiga tersangka tersebut masih mempunyai hubungan keluarga.
"Oh iya, itu suami, istri sama anak yah, yang IIR (Irene Irma) itu anaknya," kata Saut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018).Menurut Saut, pihaknya sudah sekira tujuh bulan dalam menyelidiki kasus ini. KPK sendiri masih akan mendalami peran dan rencana-renaca suap yang dilakukan satu keluarga terhadap pejabat KemenPUPR.
"Kita mengikuti perkembanganya kurang dari tujuh bulan, nanti kita perlu dalami lagi," terangnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait kasus dugaan suap ‎terhadap pejabat Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.

Delapan tersangka tersebut yakni, ‎Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily Sundarsih Wahyudi (LSU), Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo. Keempatnya diduga sebagai pihak pemberi suap.
Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menetapkan empat pejabat KemenPUPR. Keempatnya yakni, Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); serta PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).Diduga, empat pejabat KemenPUPR telah menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan sistem SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Empat pejabat KemenPUPR mendapatkan jatah suap yang berbeda-beda dalam men‎gatur lelang terkait proyek SPAM. Diduga, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare m‎enerima Rp350 juta dan 5.000 Dollar Amerika Serikat untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM di Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Kemudian, Meina Woro Kustinah diduga menerima sebesar Rp1,42 miliar dan 22.100 Dollar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Sedangkan, Teuku Moch Nazar disinyalir menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah; serta Donny Sofyan Arifin‎ menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Lelang proyek tersebut diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE sendiri diatur untuk mengerjakan proyek bernilai diatas Rp50 miliar. Sedangkan PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek dibawah Rp50 miliar.Ada 12 paket proyek KemenPUPR tahun anggaran 2017-2018 yang dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP dengan nilai total Rp429 miliar. Proyek terbesar yang didapat oleh dua perusahaan tersebut yakni, pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai total proyek Rp210 miliar.
Sebagai pihak yang diduga penerima, empat pejabat KemenPUPR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar