Neraca Perdagangan November 2018 Bakal Surplus?
PemainbandarQ |
JAKARTA - Neraca perdagangan pada bulan November 2018 diprediksi beragam oleh para ekonom. Sebelumnya, pada Oktober 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan defisit sebesar USD1,82 miliar.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam memprediksi, neraca perdagangan November 2018 mengalami surplus, berbalik dari kondisi bulan lalu yang alami defisit. Diperkirakan neraca perdagangan surplus di kisaran UDD500 juta hingga USD1,5 miliar.
Dia menjelaskan, kondisi surplus dipengaruhi harga minyak mentah yang turun hingga mendekati USD50 per barel. Selain itu dipengaruhi nilai tukar Rupiah yang sempat menguat cukup signifikan dari Rp15.200 per U5SF di awal November menjadi Rp14.200 per USD di akhir bulan.
"Dua faktor ini diperkirakan akan menurunkan impor migas cukup besar," katanya kepada Okezone, Senin (17/12/2018).
Tak hanya itu, kata Piter, impor barang modal dan bahan baku yang sepanjang tahun ini begitu besar diperkirakan mulai melambat. "Dengan perlambatan impor migas dan impor barang modal bahan baku yang lebih besar dibanding perlambatan pertumbuhan ekspor, maka diyakini neraca perdagangan akan membaik dengan surplus yang tipis" jelasnya. Sebaliknya, Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksikan, neraca perdagangan November 2018 alami defisit USD2,2 miliar. Kondisi ini terjadi akibat impor yang masih tumbuh tinggi sebesar 19,57% year on year (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor yang sebesar 3,59% yoy."Salah satu penyebabnya (defisit) karena pelemahan harga komoditas," kata dia.
Ekonom Bank BCA David Sumual juga memperkirakan neraca perdagangan November 2018 akan mengalami defisit, yakni sebesar USD398 juta. Defisit dipicu pertumbuhan laju impor yang sebesar 6,7% yoy, sedangkan laju ekspor tumbuh terbatas di 2,6%.
"Impor migas seharusnya turun terkait pelemahan harga minyak. Volume impor migas dan non migas secara musiman memang biasanya memuncak 2 bulan sebelum akhir tahun. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar juga sedikit mempengaruhi kinerja impor Indonesia," jelasnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam memprediksi, neraca perdagangan November 2018 mengalami surplus, berbalik dari kondisi bulan lalu yang alami defisit. Diperkirakan neraca perdagangan surplus di kisaran UDD500 juta hingga USD1,5 miliar.
Dia menjelaskan, kondisi surplus dipengaruhi harga minyak mentah yang turun hingga mendekati USD50 per barel. Selain itu dipengaruhi nilai tukar Rupiah yang sempat menguat cukup signifikan dari Rp15.200 per U5SF di awal November menjadi Rp14.200 per USD di akhir bulan.
"Dua faktor ini diperkirakan akan menurunkan impor migas cukup besar," katanya kepada Okezone, Senin (17/12/2018).
Tak hanya itu, kata Piter, impor barang modal dan bahan baku yang sepanjang tahun ini begitu besar diperkirakan mulai melambat. "Dengan perlambatan impor migas dan impor barang modal bahan baku yang lebih besar dibanding perlambatan pertumbuhan ekspor, maka diyakini neraca perdagangan akan membaik dengan surplus yang tipis" jelasnya. Sebaliknya, Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksikan, neraca perdagangan November 2018 alami defisit USD2,2 miliar. Kondisi ini terjadi akibat impor yang masih tumbuh tinggi sebesar 19,57% year on year (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor yang sebesar 3,59% yoy."Salah satu penyebabnya (defisit) karena pelemahan harga komoditas," kata dia.
Ekonom Bank BCA David Sumual juga memperkirakan neraca perdagangan November 2018 akan mengalami defisit, yakni sebesar USD398 juta. Defisit dipicu pertumbuhan laju impor yang sebesar 6,7% yoy, sedangkan laju ekspor tumbuh terbatas di 2,6%.
"Impor migas seharusnya turun terkait pelemahan harga minyak. Volume impor migas dan non migas secara musiman memang biasanya memuncak 2 bulan sebelum akhir tahun. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar juga sedikit mempengaruhi kinerja impor Indonesia," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar